Berita Vaksin

Berita Vaksin - Vaccine News

Adalah tempat untuk membaca dan mengetahui hal terbaru tentang penelitian dan perkembangan vaksin didunia, berita akan dirangkum dari berbagai sumber ilmiah dan populer yang bisa dipercaya dan mempunyai kredibilitas tinggi.

Halaman ini dikelolah secara ilmiah dan penuh tanggung jawab oleh seorang dokter yang mempunyai latar belakang pendidikan dan pelatihan tentang vaksin dan vaksinasi, sehingga apa yang dipaparkan di halaman ini bisa dipertanggung jawabkan.

Thursday, June 20, 2013

Berita Vaksin - Vaksin DTwP Whole-cell Lebih Baik Daripada Vaksin DTaP ?

 BERITA  VAKSIN - VACCINE   NEWS

Vaksin DTP Whole-cell Lebih Baik Daripada Vaksin DTaP ? 

 

Sejarah Perkembangan Vaksin DTP


Kalau kita ingat kembali tentang sejarah perkembangan vaksin DTP (vaksin untuk penyakit difteri, penyakit tetanus dan penyakit pertusis atau batuk rejan) yang dibuat sejak tahun 1941 sebagai vaksin pertusis yang monovalent (hanya berisi satu antigen saja). 
Baru pada tahun 1948 para ilmuwan bisa menggabungkan antigen kuman tetanus dan difteri dengan antigen kuman pertusis, menjadi satu vaksin kombinasi yang sangat terkenal dengan nama vaksin DTwP, yaitu vaksin untuk penyakit Tetanus, Difteri dan Pertusis. 

Dalam sejarah perkembangan ilmu Vaksinologi, maka vaksin DTwP ini adalah vaksin kombinasi yang pertama berhasil diciptakan oleh para ilmuwan.  Dan semenjak itu banyak sekali dipergunakan diseluruh dunia, dan vaksin ini berhasil menurunkan angka kesakitan dan angka kematian bayi akibat ketiga jenis penyakit menular ini. 

Diluar cerita sukses vaksin kombinasi DTwP ini, maka catatan medis tentang kejadian ikutan pasca imunisasi atau  KIPI vaksin kombinasi DTwP ini mulai bermunculan, dan efek simpang akibat vaksinasi dengan vaksin DTwP ini adalah reaksi demam yang cukup tinggi, bisa mencapai >38 derajat Celsius, selain itu juga sering disertai reaksi lokal ditempat kita menyuntikkan vaksin DTwP ini, yaitu tempat bekas suntikan akan menjadi merah, lebih hangat dan nyeri bila disentuh. Meskipun reaksi demam dan reaksi lokal ini akan menghilang sendiri dalam waktu hanya beberapa hari saja setelah pemberian vaksinasi DTwP ini.

Hal ini disebabkan vaksin DTwP yang dipergunakan masih mempergunakan seluruh komponen kuman Pertusis untuk membuat antigen vaksin DTwP ini, sehingga mempunyai efek reaktogenik (kemampuan menimbulkan efek simpang) yang lebih besar. 

Sehingga vaksin kombinasi DTwP yang mempergunakan seluruh komponen kuman Pertusis ini disebut atau dikenal sebagai vaksin DTwP, dimana huruf w ini artinya dari whole-cell atau sel utuh diambil dari seluruh komponen sel kuman Pertusis. 

Diluar efek reaktogenik yang berlebihan ini, ternyata efektifitas vaksin yang DTwP ini adalah bisa bertahan antara 6 hingga 12 tahun lamanya, sedangkan vaksin DTaP yang baru hanya akan bertahan antara 2 hingga 6 tahun saja setelah pemberian dosis vaksin yang terakhir.  

Konsekuensinya efektifitas vaksin DTaP ini seringkali telah berkurang atau bahkan hilang setelah bayi dan anak ini mencapai usia remaja dan dewasa. Ini yang menjadi faktor penyebab merebaknya kembali penyakit pertusis disuatu daerah dan pada bayi bila cakupan imunisasi bayi rendah, karena bayi ini tertular dari orang disekitar atau keluarganya yang tinggal serumah.  

Catatan : untuk mengatasi efek samping KIPI yang cukup mengganggu ini, para ilmuwan juga berhasil membuat vaksin DTaP kombinasi yang baru yaitu dimana antigen kuman Pertusis sudah dimurnikan, hanya diambil bagian kuman Pertusis  yang bermanfaat untuk membuat vaksin saja, sehingga efek samping jauh berkurang dibandingkan dengan vaksin DTwP yang pertama. Vaksin kombinasi baru ini bernama DTaP dipergunakan secara luas sejak 1990.    

Karena efektifitas yang ditimbulkan oleh kedua jenis vaksin ini berbeda, maka sering kali kita mendapatkan bahwa bayi tertular penyakit pertusis ini dari ibunya atau anggota keluarga yang serumah, misalnya kakak atau saudara sepupuh atau paman bibi dan kakek nenek bayi tersebut. Ternyata dari anggota keluarga yang pernah mendapatkan vaksinasi pertusis semasa kecil, efektifitas vaksin telah berkurang atau bahkan hilang, sehingga anggota keluarga ini menjadi pembawa kuman pertusis bagi bayi yang baru lahir ini.   

Fakta terakhir yang diungkapkan adalah bahwa vaksin DTwP yang whole cell ini lebih baik daripada vaksin DTaP yang a-cellular, dalam hal lama bertahannya efektifitas vaksin dalam mencegah penyakit pertusis. 

Dalam satu kejadian di Amerika, para peneliti mengevaluasi resiko tertular penyakit pertusis pada kelompok anak berusia 10 hingga 17 tahun, pada saat kejadian luar biasa / KLB pertusis di California pada tahun 2010 - 2011 yang lalu. Mereka menelusuri kembali jenis dan dosis vaksin pertusis yang pernah diberikan kepada kelompok bayi dan anak usia tersebut diatas.  

Ternyata anak dan remaja yang mendapatkan 4 dosis vaksin pertusis jenis DTaP adalah kelompok yang memiliki resiko 6 kali lebih besar terkena penyakit pertusis dibandingkan kelompok remaja dan anak yang mendapatkan 4 dosis vaksin pertusis jenis DTwP. 

Sedangkan bayi dan remaja yang mendapatkan 4 dosis vaksin pertusis campuran (vaksinasi dengan jenis DTaP juga dengan jenis DTwP) akan memiliki resiko 4 kali lebih sering terkena penyakit pertusis daripada kelompok yang hanya menerima jenis vaksin DTwP saja. 

Sehingga sekarang mulai  disuarakan oleh para ilmuwan untuk mencari vaksin anti penyakit pertusis yang efektifitasnya bisa bertahan lama, atau kalau mungkin adalah vaksin pertusis yang efektifitasnya bisa bertahan seumur hidup namun tetap aman untuk diberikan kepada bayi hingga remaja. 





Vaccine Saves Lives ! 


Source: http://leokurniawan.blogspot.com 
 


No comments:

Post a Comment