Berita Vaksin

Berita Vaksin - Vaccine News

Adalah tempat untuk membaca dan mengetahui hal terbaru tentang penelitian dan perkembangan vaksin didunia, berita akan dirangkum dari berbagai sumber ilmiah dan populer yang bisa dipercaya dan mempunyai kredibilitas tinggi.

Halaman ini dikelolah secara ilmiah dan penuh tanggung jawab oleh seorang dokter yang mempunyai latar belakang pendidikan dan pelatihan tentang vaksin dan vaksinasi, sehingga apa yang dipaparkan di halaman ini bisa dipertanggung jawabkan.

Saturday, October 24, 2015

Berita Vaksin - Efektifitas Vaksin Pertusis Yang Tidak Bertahan Selamanya

Efektifitas Vaksin Pertusis Yang Tidak Bertahan Selama Yang Diduga 

Hingga detik ini, hampir semua kita yakin bahwa efektifitas atau masa proteksi vaksin pertusis adalah efektif hingga belasan tahun lamanya, yaitu semenjak vaksin tersebut disuntikan kedalam tubuh kita, masa proteksi bisa berlangsung hingga belasan tahun.

Namun,ternyata ini tidak benar adanya, karena baru baru ini ada berita tentang berapa lama sesungguhnya masa vaksin pertusis bisa bertahan dalam tubuh dan tetap memberikan daya proteksinya untuk melawan kuman pertusis.


Berita ini dilansir oleh New York Reuter Health sebagai berikut :

Masa proteksi terhadap penyakit pertusis setelah orang mendapatkan imunisasi vaksin Difteri Tetanus dan Pertusis aseluler vaksin atau DTaP hanya sekitar 3 tahunan saja, hal ini berdasarkan penelitian dan meta analisis dari sejumlah besar hasil penelitian.
"Ada dugaan dikalangan masyarakat penganjur vaksin, bahwa durasi masa protektif dari vaksin DTaP adalah lebih singkat daripada yang diperkirakan sebelumnya, tetapi dengan studi meta analisis ini bahkan memperlihatkan secara tepat seberapa singkatnya durasi masa proteksi tersebut " tutur Ashleigh McGirr dari the University of Toronto di Canada memberitahu Reuters Health via emailnya.

Beberapa laporan ilmiah mengatakan  bahwa menurunnya daya imunitas dari orang yang pernah diberikan imunisasi vaksin DTaP adalah penyebab kembali merebaknya penyakit pertusis dibeberapa negara belakangan ini. Hal yang sama juga sudah terjadi di Indonesia.

McGirr dan Dr. David N. Fisman yang melakukan peninjauan ulang dan studi meta analisis untuk memperkirakan masa durasi daya proteksi imunitas vaksin terhadap penyakit Pertusis, setelah 3 dan 5 dosis vaksin DTaP diberikan di Amerika. Mereka mendapatkan 6 penelitian yang memberikan 5 dosis vaksin DTaP dan 6 penelitian yang memberikan hanya 3 dosis  vaksin DTaP. Semua penelitian ini dilakukan di negara Amerika Serikat, Jerman, Italia, Sweden dan juga Senegal.

Kesimpulan yang mereka rangkumkan dari semua penelitian ini adalah bahwa antara mereka yang mendapatkan 3 dosis dengan yang mendapatkan 5 dosis vaksin DTaP adalah tidak berbeda secara bermakna, masa proteksi rata rata vaksin DTaP ini, hanya sekitar 3 tahun, dengan asumsi efikasi vaksin DTaP tersebut adalah sebesar 85%.
Hanya sekitar 10% anak yang mendapatkan vaksinasi DTaP ini, apakah itu 3 dosis atau 5 dosis vaksin DTaP, masa proteksinya berdurasi hingga 8.5 tahun, yang mulai dihitung dari waktu mereka terima dosis terakhir vaksin tersebut. Demikian yang diterbitkan oleh Pediatric online pada 5 January 2015.

"Provider vaksin dan para pembuat kebijakan imunisasi, mungkin akan mempertimbangkan imunisasi remaja pada usia yang lebih muda atau awal" tutur McGirr.
"Demikian juga pengulangan imunisasi penguat atau dosis booster diperlukan untuk mencapai kekebalan kelompok (herd immunity) dan mencegah penulaan penyakit pertusis antara penduduk"

"Dokter harus menyadari bahwa durasi masa proteksi vaksin DTaP ini adalah tidak sepanjang seperti yang diperkirakan sebelumnya" katanya. "Mereka harus memberikan vaksinasi ini untuk pasien mereka sesuai dengan usia remaja dan dosis penguat untuk orang dewasa"

Dr. Nicole Guiso, dari the Pasteur Institute di Paris, Prancis, menulis email kepada Reuters Health, bahwa "masa proteksi yang ditimbulkan oleh vaksin sub unit adalah singkat. Demikian juga telah diketahui bahwa durasi masa imunitas yang ditimbulkan karena infeksi alam juga tidak akan berlangsung lama ... adalah sulit untuk berbuat lebih baik daripada alam. Jadi ingat saja anda mungkin akan menderita penyakit yang sama beberapa kali dalam masa hidup anda"

"Pertama tama, kita harus meningkatkan imunitas kelompok (herd immunity) dan mencapai 90% cakupan vaksinasi primer dan vaksinasi penguat atau booster" katanya "Setelah itu, kita memerlukan pemberian imunisasi penguat penyakit difteri untuk remaja dan orang dewasa. Tidak harus diulang setiap 10 tahun. Jika imunitas kelompok ini sudah cukup tinggi, maka interval waktu antara imunisasi  bisa lebih diperpanjang"
"Adalah sangat penting mengikuti anjuran dan mempertahankan cakupan vaksinasi yang sangat tinggi" demikian kesimpulan dari Dr. Guiso.

SOURCE: http://bit.ly/14qiJM3
Pediatrics 2015

Catatan :

Hal menurunnya daya imunitas terhadap penyakit Pertusis pada mereka yang pernah mendapatkan vaksinasi DTaP semasa kecil, sehingga terjadi peningkatan jumlah atau insiden penyakit pertusis dimasyarakat, sudah pernah dibahas dalam website http://selukbelukvaksin.com/vaksin-dtp-vaksinasi-pertusis-bagi-orang-dewasa/ , sehingga memang sangat dianjurkan agar kepada para kerabat dekat si bayi yang baru lahir, yang belum waktunya kita berikan vaksinasi DTaP, agar supaya divaksinasi ulang atau diberikan dosis penguat booster, sehingga mereka yang kerabat dekat ini tidak menjadi pembawa kuman dan menjadi sumber penularan penyakit Pertusis kepada bayi tersebut.

Ini yang dikenal sebagai strategi kepompong atau Cocoon Strategy untuk melawan penularan penyakit pertusis pada bayi.  Detail bisa disimak di http://selukbelukvaksin.com/vaksin-dtp-vaksinasi-pertusis-bagi-orang-dewasa/ 



Vaccine Saves Lives !

Monday, February 23, 2015

Berita Vaksin - Generasi Baru Vaksin HPV (Human Papilloma Virus)

Berita Vaksin - Vaksin Generasi Baru HPV (Human Papilloma Virus) HPV9

Sesuatu yang menarik telah terjadi pada bulan Desember yang baru lalu. US FDA (US Food and Drug Administration) semacam Badan POM Republik Indonesia telah memberikan izin pendaftaran dan peredaran vaksin baru human papilloma vaccine atau lebih dikenal HPV. 
Vaksin HPV yang baru didaftarkan ke US FDA ini mempunyai 9 jenis serotipe virus HPV yang dipergunakan sebagai antigen, ketimbang vaksin HPV yang telah kita pergunakan sebelumnya, yang hanya berisi 4 jenis serotipe virus HPV. 

Imunisasi Vaksin HPV Gadis Remaja Google Free Image


Pada vaksin HPV yang lama yang terdiri serotipe 6 dan 11 hanya mencakup 90% dari jenis serotipe virus HPV penyebab kutil didaerah anus dan kutil dialat genital, kemudian juga mengandung serotipe 16 dan 18, yang mencakup 70% dari jenis serotipe virus HPV penyebab kanker kepala dan leher, juga kanker anus, alat genital dan kanker daerah serviks rahim. 
Vaksin HPV yang baru ini mengandung serotipe virus HPV tambahan (serotipe 31, 33, 45, 52 dan 58) yang akan mencakup 15% dari serotipe virus HPV penyebab kanker pada pria dan wanita. 

Sejak saat ini, maka cakupan perlindungan vaksin baru ini adalah hingga 29.000 kasus penyakit kanker pertahun yang terjadi pada pria dan wanita, lebih banyak 4.000 kasus daripada cakupan perlindungan vaksin HPV yang lama yang hanya mencakup 25.000 kasus pertahunnya.

Pemakaian vaksin HPV yang baru ini belum direkomendasikan oleh Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP) kepada  the US - Centers for Disease Control and Prevention (US-CDC). namun diperkirakan kemungkinan akan terjadi pada akhir bulan February ini atau selambatnya pada tahun depan. 

Nantinya vaksin baru HPV9 ini akan menggantikan posisi vaksin HPV4 yang saat ini kita pergunakan. Hal ini akan memberikan implikasi dan pertimbangan menarik tentang apa yang harus kita lakukan untuk mereka yang sedang menjalankan program dan jadwal imunisasi dengan vaksin HPV4 atau apa yang harus kita lakukan untuk mereka yang telah selesai menjalankan program imunisasi dengan vaksin HPV4 ini. 

Kemungkinan rekomendasi terbaik adalah kita akan memberikan imunisasi dengan HPV9 yang baru ini. Dengan jadwal imunisasi yang terdiri dari 3 dosis lengkap, yang dosis ke1 diberikan pada waktu awal, kemudian dosis ke2 pada jarak 2 bulan dari yang dosis pertama, dan dosis terakhir atau dosis ke3 diberikan pada jarak 6 bulan kemudian dari dosis yang pertama. 

Vaksin HPV9 baru ini tidak menimbulkan interferensi dengan vaksin HPV4 yang telah diberikan pada penerima imunisasi HPV4. Vaksin HPV9 baru ini bisa diberikan secara bersamaan atau secara simultan dengan vaksin Tdap, juga bersamaan dengan vaksin meningococcus conjugate, yang diberikan kepada kaum remaja sejak berusia 11 - 13 tahun. 

Dengan adanya vaksin generasi baru HPV9 ini, maka akan mampu mencegah lebih banyak lagi jenis kanker yang disebabkan virus HPV, dan dengan harapan bahwa masyarakat akan mempergunakan dan memanfaatkannya. 
Masalah cakupan vaksin HPV saat ini menjadi masalah, karena hanya sekitar 38% dari anak perempuan dan 14% dari anak lelaki, yang bisa melengkapi jadwal imunisasi HPV4 yang terdiri dari 3 dosis. 

Jadi masih banyak hal yang harus kita perbuat dan kita perbaiki terus menerus, bila kita ingin berbuat lebih baik lagi dalam pencegahan penyakit kanker akibat infeksi dan penularan virus HPV pada manusia.  



Vaccine Saves Lives !

Monday, January 12, 2015

Berita Vaksin - Keamanan Vaksin MMRV

Berita Vaksin - Keamanan Vaksin MMRV

Vaksin MMRV adalah jenis vaksin kombinasi yang terdiri dari vaksin MMR (vaksin Mumps Measles dan Rubella) ditambahkan dengan vaksin Varicella.

Jenis vaksin kombinasi MMRV ini mulai didaftarkan pada tahun 2006 dan mulai beredar sejak saat itu di Amerika dan Eropa. 

Di Indonesia kita tidak mempunyai vaksin kombinasi MMRV ini, tetapi kita mempunyai vaksin MMR yang indikasi pemakaiannya dimuali saat bayi telah mencapai usia > 12 bulan.

Baru baru ini dilakukan penelitian di Amerika Serikat untuk membandingkan segi keamanan vaksin kombinasi MMRV dengan vaksin MMR yang ditambahkan Vaksin Varicella secara terpisah (MMR + V),  kepada sejumlah anak disana.
Penelitian ini dipublikasikan secara online pada 05 January 2015 di Pediatrics dengan kesimpulan yang berbunyi bahwa efek samping serius tidak terdeteksi dengan kedua jenis vaksin yang dipelajari ini.

Nicola P. Klein, MD, PhD, dari the Kaiser Permanente Vaccine Study Center di Oakland, California, dan rekan rekan mempelajari the Vaccine Safety Datalink untuk anak anak berusia 12 to 23 bulan, yang telah mendapatkan vaksin ini sejak tahun 2000 ke 2012. Data base mereka tercakup 123,200 dosis vaksin MMRV dan 584,987 dosis vaksin MMR + V.

Para peneliti ini mempelajari 7 efek samping yang berkaitan dengan vaksinasi : yaitu reaksi anaphylaxis, reaksi immune thrombocytopenia purpura (ITP), gangguan ataxia, arthritis, meningitis/encephalitis, acute disseminated encephalomyelitis, dan penyakit Kawasaki. 
Mereka juga mengevaluasi jumlah kejadian kejang dan demam yang terjadi akibat penggunaan kedua jenis vaksin yang dinilai ini.
 
Sudah lama diketahui bahwa vaksin MMR mempunyai kaitan dengan efek samping berupa kejang, demam, dan kejadian reaksi ITP. Sedangkan vaksin MMRV mulai didaftarkan sejak tahun 2006, penelitian ini mewakili laporan data keamanan yang dimonitor selama ini.
Semua tujuh jenis efek samping (kecuali arthritis) telah dievaluasi dalam suatu periode waktu, yaitu segera setelah mendapatkan vaksinasi dan yang kemungkinan efek samping sangat mungkin terjadi.

MMRV berkaitan dengan peningkatan sedikit dengan kejadian demam dibandingkan dengan vaksin MMR + V pada hari ke 7 hingga 10 pasca vaksinasi.

Yang cukup mengherankan adalah vaksin MMRV dan MMR + V keduanya berkaitan dengan penurunan angka kejadian ataxia setelah pemberian vaksinasi. 

Para peneliti juga tidak mendapatkan adanya perbedaan resiko terjadinya efek samping ITP ataupun efek samping yang lain antara kedua jenis vaksin yang diberikan. 

Sebagai contoh angka perbandingan terjadinya ITP adalah 11.3% ( 95% confidence interval, 1.9 - 68.2) untuk orang yang menerima vaksin MMRV dibandingkan dengan 10 (95% confidence interval, 4.5 - 22.5) untuk mereka yang mempergunakan vaksin MMR + V


Para peneliti menjelaskan bahwa vaksin MMRV berkaitan dengan peningkatan resiko untuk ketujuh efek samping, namun tinggi atau rendahnya resiko ini tidak bisa diditeksi dan diperkirakan dalam suatu penelitain yang berskala besar. 

Mereka juga memperhatikan tidak terjadinya peningkatan resiko untuk kejadian reaksi anaphylaxis dengan vaksin jenis lain. 

Hasil penemuan penelitian berbeda secara menyolok dengan laporan penelitian tahun 2011 yang dilakukan oleh Institute of Medicine, yang mempunyai kesimpulan hubungan positif sebab akibat antara vaksin MMR dengan kejadian reaksi anaphylaxis.


 Sumber berita: Pediatrics. Published online January 5, 2015





Thursday, August 28, 2014

Berita Vaksin - Manfaat Vaksin Varicella bagi Bayi, Anak Balita dan Orang Usia Dewasa juga Usia Lanjut

Manfaat Vaksin Varicella bagi Bayi, Anak Balita dan Orang Usia Dewasa juga Usia Lanjut 

Cacar Air Googlr Free Image

Vaksin Varicella atau vaksin cacar air mulai diperkenalkan dan dipergunakan sejak 15 tahun yang lalu. Sejak saat itu telah terjadi penurunan jumlah kejadian penyakit cacar dan juga jumlah perawatan rumah sakit yang terjadi pada bayi dan anak balita, akibat komplikasi penyakit cacar ini. 

Lalu timbul rasa kuatir para ahli dan pakar penyakit infeksi, apakah penularan penyakit cacar air ini akan bergeser, mulai menulari orang dewasa dan orang tua, yang daya tahan imunitasnya sudah berkurang karena efek usia.  

Dari semua survey dan penelitian yang dilakukan ditemukan bukti dan fakta yang menggembirakan dan melegakan. 
Bahwa dengan vaksinasi cacar ini tidak ditemukan bukti penyakit cacar ini mulai bergeser ke kelompok populasi masyarakat yang berusia lebih tua daripada bayi dan anak balita, demikian diungkapkan oleh hasil kumpulan survei yang dilakukan para ahli penyakit infeksi, .....misalnya : 

Pada tahun 1995 semenjak vaksin varicella (vaksin cacar air) terdaftar dan direkomendasikan pemakaiannya oleh ACIP (The Advisory Committee on Immunization Practices), "timbul kekuatiran dari banyak dokter bahwa imunisasi varicella ini akan menggeser arah penuaran penyakit ini kepada orang usia dewasa dan usia lanjut, dimana penyakit varicella ini akan lebih berat dan serius dibandingkan pada penderita yang berusia muda belia, sehingga kekuatiran ini telah menghambat usaha penganjuran vaksin varicella ini" demikian dituturkan oleh dokter L.J Tan, PhD, Kepala Unit Strategy dari the Immunization Action Coalition di St. Paul, Minnesota, kepada Medscape Medical News

Dokter Roger Baxter, MD dan kolega2nya dari the Kaiser Permanente Vaccine Study Center di Oakland, California, melakukan sejumlah 5 buah survey yang mencakup data selama 15 tahun vaksinasi varicella dari semua pasien Kaiser Permanent Northern California (KPNC), untuk meneliti dan menjelaskan kekuatiran tentang penggeseran pola infeksi penyakit varicella dari bayi dan anak yang berusia muda ke orang berusia dewasa dan usia lanjut.
Para peneliti ini mendapatkan data dan informasi vaksinasi varicella dari database KPNC. Mereka juga memperoleh informasi tentang sejarah dan frekuensi penyakit varicella dengan survey telpon dan menggunakan data primer hasil diagnosa penyakit dipusat perawatan dirumah sakit. 
Ternyata angka perawatan akibat penyakit varicella menurun sebanyak 90% sejak tahun 1994 sampai tahun 2009. Penurunan angka perawatan ini terjadi pada semua kelompok usia, ini menjadi bukti nyata bahwa program vaksinasi varicella mempunyai efek positif terhadap orang dewasa dan berusia lanjut, juga berefek positif untuk bayi dan anak balita dan anak berusia belia.   

Semenjak program vaksinasi varicella ini dijalankan, para peneliti mendapatkan kenyataan bahwa terjadi penurunan angka proporsionil anak dan orang usia dewasa yang tidak terlindung oleh vaksinasi, termasuk golongan berusia 15 sampai 19 tahun (terjadi penurunan angka dari 15.6% yang tidak terlindung oleh vaksin menjadi tinggal 7.6 % pada tahun 2009) 

Sejak tahun 1995 hingga tahun 2009, secara keseluruhan angka kejadian penyakit varicella pada pasien berusia 5 hingga 19 tahun telah menurun dari 25.8 menjadi hanya 1.3 per 1000 orang - tahun. Ketika dihitung berdasarkan usia penderita, maka para ahli mendapatkan bahwa terjadi pengurangan 90 % hingga 95 % pada jumlah kejadian penyakit varicella untuk semua golongan umur : 5 sampai usia 9 tahun, 10 sampai usia 14 tahun dan 15 sampai usia 19 tahun. 

Angka perawatan rumah sakit berdasarkan usia juga menurun pada semua golongan usia, dari angka 2.13 per 100.000 orang penderita pada tahun 1995 menjadi hanya 0.25 per 100.000 penderita pada tahun 2009. (penurunan yang mencapai 90 %)  

Pada bulan Juni 2006, ketika ACIP (the Advisory Committee on Immunization Practices) merekomendasikan dosis kedua vaksin varicella, dan anjuran ini di-ikuti oleh KPNC. 
Hasil survey tahun 2009 mencerminkan pengaruh protokol dosis kedua vaksin varicella dan angka kejadian penyakit varicella berkaitan dengan usia penderita yang tetap rendah sepanjang waktu. 
Maka para peneliti berkesimpulan bahwa hasil vaksinasi dua dosis ini adalah konsisten besamaan dengan keuntungan yang diberikan oleh dosis ke 2 vaksin varicella ini.

Dr. Tan juga berpendapat sama, bahwa "Dua dosis vaksin varicella adalah sangat efektif untuk intervensi dan mencegah cacar air ini, bahkan untuk mereka yang sakit sekalipun, bahwa dengan vaksinasi varicella telah berhasil mengurangan derajat keparahan penyakit varicella yang bisa kita lihat dari indikasi angka perawatan rumah sakit yang menurun"

    
Sumber : Pediatrics. Published online June 9, 2014
  



Saturday, April 12, 2014

Berita Vaksin - Vaksin Influenza Baru Quadrivalent

Berita Vaksin - Vaksin Influenza Baru Quadrivalent

Vaksin Influenza Empat Valensi atau Quadrivalent Influenza Vaccine adalah vaksin baru influensa yang berisi 4 jenis antigen virus influenza, yaitu terdiri dari : 
- 2 strain virus influenza serotype A 
- 2 strain virus influenza serotype B 
Sehingga total dalam satu suntikan vaksin influenza Quadrivalent ini mengandung 4 jenis antigen virus influenza. (http://selukbelukvaksin.com/vaksin-influenza-baru-quadrivalent-influnenza-vaccine/)

Berbeda dengan vaksin influenza tri-valent atau ber-valensi tiga yang telah lama kita kenal dan pergunakan selama ini, yaitu terdiri dari :
- 2 strain virus influenza serotype A 
- 1 strain virus influenza serotype B saja. 

Pertanyaannya adalah mengapa vaksin influenza yang baru ini mengandung 4 strain virus influenza, sedangkan yang lama hanya mengandung 3 strain saja ? 

Apakah 3 jenis virus saja mempunyai cakupan yang rendah, sehingga daya proteksi vaksin influenza lama ini kurang ? Sehingga dianggap perlu untuk menambah lagi satu strain virus influenza untuk menutupi celah yang ada ini ? 


Apa manfaat vaksin influenza Quadivalent ini ? 
Vaksin influenza musiman yang saat ini beredar adalah jenis vaksin influenza trivalent (tiga valensi), yang terdiri 2 strain virus influenza A dan satu strain virus influenza B. 
Sedangkan dari pengalaman dan pengamatan virus influenza surveillance network, kita ketahui ada 2 jenis strain virus influenza B yang beredar pada musim yang sama. 

Hanya karena potensi dan kemungkinan menyebabkan penyakit influenza yang lebih kecil, sehingga strain virus influenza B yang satu ini tidak dimasukkan dalam kandungan vaksin influenza trivalent ini.  

Namun dari pengalaman juga hasil pengamatan dan evaluasi data epidemiology dan virulensi (keganasan) virus influenza B yang lain ini, ternyata mempunyai potensi yang cukup tinggi untuk menyebabkan orang yang terpapar dengan jenis virus ini menjadi sakit dengan segala konsekuensinya. 

Sehingga akhirnya para ilmuwan bersepakat untuk menambahkan jenis strain virus influenza B, kedalam kandungan vaksin influenza trivalent menjadi vaksin influenza quadrivalent, dengan demikian akan menambah cakupan dan memperluas daya proteksi vaksin quadrivalent terhadap semua jenis serotype virus influenza yang beredar pada setiap musim penyakit influenza, baik dibelahan bumi sebelah utara (northern hemisphere) juga dibelahan bumi selatan (southern hemisphere).   

Seperti halnya virus influenza strain A yang terbagi 2 jenis serotype, dan masing masing serotype mempunyai jenis antigen yang berbeda, konsekuensinya diperlukan 2 jenis antibody yang berbeda untuk menetralisir antigen yang berbeda ini. 

Demikian juga halnya dengan virus influenza strain B. Mereka terdiri dari strain B/Yamagata dan strain B/Victoria. Kedua jenis strain B ini berbeda satu dengan yang lain, sehingga diperlukan zat antibody yang berbeda untuk menetralisir mereka. Dan kedua jenis straini virus B ini juga beredar diseluruh bumi secara bersamaan pada waktu yang sama. 

Dan mereka mempunyai potensi untuk menimbulkan penyakit dan mengakibatkan terjadinya epidemi seperti strain virus serotype A. 
(lihat cara memberi nama strain virus influenza di  http://selukbelukvaksin.com/vaksin-influenza-dan-seluk-beluknya/)

Sampai tahun 2014, vaksin influenza musiman hanya mengandung 1 strain virus influenza serotype B saja. Namun dengan adanya vaksin influenza quadrivalent, maka sekarang cakupan antigen menjadi 2 strain serotype A dan 2 strain serotype B. Sehingga dengan demikian cakupan vaksin ini menjadi luas dan daya proteksinya menjadi lebih baik lagi daripada vaksin influenza tri-valent yang kita kenal saat ini. 

Jenis vaksin influenza quadrivalent ini baru mulai di-izinkan beredar oleh US FDA pada awal tahun 2014 ini, sedangkan untuk negara lain seperti Indonesia, masih diperlukan waktu beberapa lama lagi sebelum memperoleh persetujuan dan izin beredar dari Badan POM RI kita. 
Nanti posisi vaksin influenza tri-valent akan diambil alih oleh vaksin influenza quadrivalent yang mempunyai cakupan luas dan efikasi yang lebih baik. 

Vaksin influenza di Indonesia telah disediakan oleh beberapa perusahaan pembuat vaksin dunia, termasuk juga PT Bio Farma Indonesia, yang mempunyai kapasitas memproduksi vaksin influenza untuk keperluan masyarakat Indonesia dan untuk export.   

  

Komposisi Vaksin Influenza 2014-2015  

Antigen virus yang direkomendasi oleh WHO untuk tahun 2014 - 2015 untuk musim influenza Northern Hemispher adalah sama dengan antigen virus untuk musim influenza Northern Hemisphere tahun 2013 - 2014 dan musim influenza Southern Hemisphere tahun 2014. 

(http://selukbelukvaksin.com/komposisi-vaksin-influenza-northern-hemisphere-untuk-vaksinasi-influenza-tahun-2013-2014/)

Pertemuan Komposisi Vaksin WHO untuk musim influenza dimulai pada 17 - 19 February 2014, di markas besar WHO di Geneva. Switzerland. Dari pertemuan ini dikeluarkan rekomendasi kompisisi vaksin trivalent yang dipakai untuk membuat vaksin musim influenza Northern Hemisphere 2014-2015 sebagai berikut:      
  • an A/California/7/2009 (H1N1)pdm09-like virus;
  • an A/Texas/50/2012 (H3N2)-like virus;
  • a B/Massachusetts/2/2012-like virus.
(lihat cara menentukan antigent virus influenza untuk membuat vaksin influenza di  http://selukbelukvaksin.com/vaksin-influenza-dan-seluk-beluknya/)

Source : 
www.selukbelukvaksin.com
http://www.cdc.gov/flu/about/season/vaccine-selection.htm






Vaccine Saves Lives !

 

 

Thursday, February 20, 2014

Berita Vaksin - Vaksin Rotavirus Berefek Rendah Terjadinya Intususepsi Usus

Rotavirus Vaccines Carry Low Risk for Intussusception

(Vaksin Rotavirus Berefek Rendah Terjadinya Intususepsi Usus)

Neil Osterweil
January 14, 2014

Sejak terjadi kasus intususepsi usus yang berkaitan dengan pemakaian vaksin Rotavirus generasi pertama, yaitu vaksin RotaShield, maka vaksin tersebut telah ditarik dari peredaran dan digantikan dengan vaksin rotavirus generasi baru yang lebih baik dan lebih aman untuk dipergunakan ( http://selukbelukvaksin.com/vaksin-rotavirus-jenis-vaksin-rotavirus-dan-jadwal-imunisasi/)

Saat ini beredar 2 jenis vaksin rotavirus generasi baru, dari pembuat vaksin terkenal dunia, yaitu :
Dalam pemakaian selama ini di klinik, memang  jumlah kejadian intususepsi usus sudah jauh berkurang dan cukup aman untuk dipergunakan, namun segi keamanan vaksin, termasuk efek samping akibat pemakaian vaksin, atau KIPI, termasuk kejadian  intususepsi usus, tetap akan dipantau dan dikuti dengan seksama dan teliti.

Seperti judul artikel diatas, dikatakan bahwa vaksin Rotavirus hanya mempunyai resiko yang rendah terhadap kejadian intususepsi usus.

Intususepsi usus, adalah penyebab umum gangguan obstruksi atau penyumbatan usus bayi dan anak kecil, terjadi sedikit peningkatan kasus intususepsi usus yang berkaitan dengan pemakaian vaksin rotavirus yang beredar saat ini, demikian data yang dikumpulkan oleh 2 buah penelitian surveilanse yang berskala besar.

Dalam hasil penelitian yang diterbitkan online pada 14 January 2014 di majalah kedokteran New England Journal of Medicine, mengungkapkan bahwa, secara keseluruhan resiko terjadi intususepsi akibat pemakaian vaksin rotavirus ini adalah rendah. 

Namun memang berbeda resiko kejadian intususepsi antara vaksin pentavalent (RV5; RotaTeq, Merck) dengan vaksin monovalent (RV1; Rotarix, GlaxoSmithKline).

Para peneliti dari kedua jenis penelitian ini menekankan, bahwa keseluruhan resiko intususeppsi yang relative kecil ini, yaitu sekitar 1 hingga 5 kejadian intususepsi usus berbanding dengan 100.000 bayi yang divaksinasi, seharusnya lebih besar manfaat vaksin ini karena bisa mencegah penyakit serius saluran pencernaan, mengurangi dan menghindarkan perawatan rumah sakit, juga mencegah kematian akibat infeksi rotavirus ini.


Rancangan Penelitian - Penelitian Pertama

Dalam salah satu penelitian yang dilakukan oleh Dr. W. Katherine Yih, PhD, MPH, dan koleganya, dari Harvard Medical School and Harvard Pilgrim Health di Boston, Massachusetts, dengan meneliti data dari US FDA Post-Licensure Rapid Immunization Safety program, yang mencakup informasi sejumlah 1,277,556 dosis vaksin pentavalent dan 103,098 dosis vaksin monovalent yang diberikan ke bayi berusia 5 hingga 36.9 minggu di Amerika.

Terdapat sebanyak 267 kasus intususepsi yang berkaitan positif dengan pemakaian vaksin rotavirus.

Dari data tersebut, dilakukan 2 jenis analisa. Analisa pertama, mereka mengukur resiko terjadinya intususepsi usus berdasarkan waktu, yaitu waktu dari hari pertama hingga 7 hari berikut atau dari hari pertama hingga hari ke 21, setelah bayi mendapatkan vaksinasi rotavirus. Yang dibandingkan dengan kelompok kontrol pada hari 22 hingga 42 hari setelah mendapatkan vaksinasi.

Analisa kedua, mereka menggunakan kelompok kohort yang mendapatkan vaksinasi dibandingkan dengan kohort yang tidak mendapatkan vaksinasi.

Kesimpulan analisa
  • Analisa jenis pertama berdasarkan waktu terpapar dengan vaksin rotavirus, maka kesimpulannya adalah resiko kejadian intususepsi usus  adalah lebih besar pada pemberian dosis pertama vaksin pentavalent, pada saat 7 hari (attributable risk, 1.1; 95% confidence interval [CI], 0.3 - 2.7), dan 21 hari setelah mendapatkan vaksinasi dibandingkan dengan kelompok kontrol (attributable risk, 1.5; 95% CI, 0.2 - 3.2).
Tidak ada peningkatan resiko intususepsi untuk pemberian dosis ke 2 dan dosis ke 3 vaksin rotavirus pentavalent ini. (catatan:vaksin rotavirus penvalent diberikan 3 dosis lengkap)
  • Demikian juga kesimpulan yang sama didapatkan dari analisa kedua yang berdasarkan kelompok kohort, terlihat peningkatan resiko yang nyata untuk pemaparan vaksin rotavirus dosis pertama, hingga hari ke 21. Tidak terjadi peningkatan yang berarti untuk pemberian dosis ke2 dan dosis ke 3 selanjutnya (attributable risk, 1.2; 95% CI, 0.2 - 3.2) .

Rancangan Penelitian - Penelitian Kedua

Dalam penelitian lain yang terpisah, dilakukan oleh Eric S, Weintraub, MPH, dari the Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Atlanta, Georgia, mereka meneliti data dari the CDC's Vaccine Safety Datalink surveillance program. 

Mereka mengevaluasi data 207,955 anak yang telah mendapatkan vaksinasi rotavirus jenis monovalent ( 115,908 dosis pertama dan 92,047 dosis kedua), dan membandingkan jumlah kasus intususepsi yang terjadi pada 7 hari pertama setelah diberikan vaksinasi dengan data epidemiologi yang ada tentang kejadian ini. (catatan: vaksin rotavirus monovalent diberikan 2 dosis lengkap)

Mereka mendapatkan 6 kasus intususepsi usus yang terjadi dalam waktu 7 hari pertama setelah bayi diberikan vaksin monovalent rotavirus, bila ini dibandingkan dengan data epidemiologi yang ada, maka resiko terjadinya intususepsi usus untuk vaksin menjadi 8.4

Mereka juga melakukan evaluasi dan analisa terhadap hasil temuan penelitian pertama diatas tentang resiko intususepsi usus setelah pemberian vaksin pentavalent rotavirus. 

Mereka meneliti hampir sebanayak 1.3 juta dosis vaksin pentavalent yang telah diberikan, dan juga tidak menemukan adanya peningkatan bermakna kejadian intususepsi usus pada jenis vaksin pentavalent rotavirus ini.

Catatan: Vaksin monovalent rotavirus ini baru mulai didaftar dan dipergunakan di Amerika 2 tahun kemudian setelah penggunaan vaksin pentavalent rotavirus di Amerika, sehingga jumlah dosis yang diteliti dalam kedua penelitian diatas berbeda, dan jumlah dosis monovalent rotavirus adalah lebih sedikit daripada jenis vaksin pentavalent rotavirus.

Kesimpulan :
  • Lebih dari 90% penyebab intususepsi usus tidak diketahui penyebabnya yang jelas. Ada banyak bukti bahwa penyebab tersering adalah karena kelainan bentuk anatomi usus yang sedemikian rupa (misalnya polip, perdarahan, kelainan pada usus buntu, dll) sehingga memudahkan terjadinya intususepsi usus (http://selukbelukvaksin.com/vaksin-rotavirus-dan-kipi-intususepsi-usus/)
  • Sampai saat ini tetap diyakini bahwa vaksin rotavirus generasi baru, baik yang jenis monovalent juga jenis yang pentavalent, adalah vaksin yang efektif, cukup aman untuk dipergunakan bagi bayi yang memerlukan vaksin tersebut.
  • Dari data surveilanse pasca pemasaran kedua jenis vaksin rotavirus ini, memang ada ditemukan kejadian intususepsi usus yang berhubungan dengan pemberian vaksin rotavirus generasi baru ini. Dalam penelitian yang dilakukan, didapatkan bahwa, secara keseluruhan jumlah kasus intususepsi usus adalah sekitar 1 sampai 5 kasus per 100.000 bayi.
  • Dengan pemberian vaksin rotavirus, maka jumlah kasus sakit dan infeksi serius akibat infeksi rotavirus bisa ditekan, juga mengurangi jumlah kunjungan dokter dan perawatan dirumah sakit, mengurangi secara bermakna angka kesakitan dan angka kematian bayi balita, akibat infeksi dan penyakit rotavirus ini
  • Dari penelitian diatas, didapatkan data bahwa kejadian intususepsi usus lebih sering terjadi pada hari pertama hingga hari ke 7, juga hari pertama hingga hari ke 21, setelah pemberian vaksin rotavirus pentavalent dosis pertama. Sedangkan selanjutnya untuk dosis kedua dan dosis ketiga, tidak ditemukan tanda peningkatan kejadian intususepsi usus yang bermakna. Demikian juga untuk vaksin rotavirus monovalent ditemukan hal yang serupa.


Vaksin Saves Lives !

Sunday, January 19, 2014

Berita Vaksin - Vaksinasi BCG Mengurangi Kemungkinan Infeksi Salauran Pernafasan Bawah

Berita Vaksin - Vaksinasi BCG Mengurangi Kemungkinan Infeksi Salauran Pernafasan Bawah

Infeksi Saluran Pernafasan Bagian Bawah adalah jenis penyakit infeksi yang sering mengenai anak balita dan bayi, terutama pada saat perubahan musim atau panca roba, maka angka penderita penyakit anak dan bayi akan meningkat.

Baru baru ini ada berita yang dilansir oleh Kantor Berita Reuter, New York pada 10 January 2014 yang baru lalu, tetang efek atau akibat pemberian vaksinasi BCG untuk mencegah infeksi kuman TBC pada bayi, ternyata mempunyai efek mengurangi resiko infeksi akut saluran pernafasan bagian bawah ketimbang bayi dan anak yang tidak pernah divaksinasi dengan vaksin BCG. Bahkan daya proteksi ini akan semakin meningkat jika anak atau bayi tesebut juga telah diberikan imunisasi dengan vaksin DTP sebelumnya. Demikian temuan suatu penelitian uji klinik terbaru.   

Jumlah dosis vaksin DTP yang pernah diterima oleh seorang bayi atau anak tidak mempengaruhi hasil pengamatan proteksi yang ditimbulkan oleh vaksin BCG, tetapi urutan pemberian vaksin DTP atau BCG, jenis mana yang diberikan terlebih dahulu, yang akan mempengaruhi efek proteksi vaksin BCG terhadap pencegahan infeksi saluran pernafasan bagian bawah ini. Demikian dilaporkan oleh peneliti dalam majalah kedokteran Pediatric, yang diterbitkan secara online pada 30 December 2013.

"Terlepas bayi atau anak tersebut bertempat tinggal dimana saja, hasil penelitian ini menekankan nilai dari imunisasi anak dengan mempergunakan vaksin standard dan  pentingnya mengikuti jadwal vaksinasi yang telah ditentukan untuk imunisasi bayi dan anak" kata peneliti utama Dr. Maria-Graciela Hollm-Delgado dari the Johns Hopkins University, Bloomberg School of Public Health, dalam komunikasi email kepada kantor berita Reuters Health.

"Vaksinasi BCG tampaknya mempunyai efek kesehatan yang tidak langsung dan vaksinasi BCG untuk anak anak adalah sangat penting untuk mereka yang hidup dinegara yang sedang berkembang, dimana prevalensi penyakit TBC cukup tinggi dan resiko anak tertular infeksi saluran pernafasan bagian bawah adalah besar" lanjut Dr. Maria -Graciela Hollm-Delgado

Untuk meneliti apakah vaksinasi BCG berkaitan dengan resiko infeksi saluran pernafasan bagian bawah diantara anak berusia dibawah lima tahun (balita), maka Dr. Hollm-Delgado dan koleganya mempergunakan Marco International Demographic dan Survey Kesehatan dan survey dari United Nations Children's Fund Multiple Indicator Cluster Survey, untuk meneliti kohort primer sebanyak 58,021 anak yang tersebar di 19 negara, data dari tahun 2005 sampai 2010. Mereka juga meneliti kohort sekunder sebanyak 93,301 anak, yang tersebar di 18 negara, data sejak tahun 2000 sampai 2007.

Petugas wawancara terlatih, bertugas mengumpulkan informasi sewaktu melakukan kunjungan rumah dengan mempergunakan daftar pertanyaan yang seragam, juga kartu penilaian kesehatan vaksinasi, dan indikator ukuran kesehatan.

Para peneliti menemukan bahwa vaksinasi BCG mempunyai efek mengurangi hingga sebanyak 17% - 37% resiko terkena infeksi saluran pernafasan bagian bawah pada kedua kelompok kohort anak tadi. Dan satu satunya vaksin atau suplement vitamain yang mempunyai efek pengaruh terhadap vaksin BCG adalah hanya vaksin DTP saja (p<0.001).  

Seperti yang disebutkan diatas tadi, bahwa urutan vaksinasi BCG dan vaksinasi DTP ini sangat menentukan efek proteksi ini ; vaksinasi BCG sebelum vaksinasi DTP atau kebalikannya. Jadi bukan jumlah dosis vaksin DTP yang telah diberikan kepada bayi atau anak tersebut.  

Dr. Hollm-Delgado mengatakan bahwa terjadinya peningkatan reaktifitas terhadap antigen tuberkulin dan vaksin DTP telah diperhatikan semenjak anak diberikan vaksinasi BCG, tetapi interaksi antara vaksin BCG dan DTP terhadap resiko infeksi Saluran Pernafasan bagian Bawah ini yang belum diketahui dengan jelas meskipun telah dilakukan penelitian secara luas. 

"Pada penelitian yang lalu di Brasil dan Guinea Bissau berhasil mengetahui hubungan antara riwayat vaksinasi BCG anak dengan resiko kesakitan dan kematian akibat infeksi saluran pernafasan bagian bawah, tetapi tidak jelas apakah hasil ini bisa diterapkan negara lain, terutama karena reaksi terhadap vaksinasi BCG yang bermacam ragam diantara penduduk lokal dari waktu ke waktu dan juga bervariasi diantara anak yang terpapar dengan kuman mycobacterium alami dan jenis kuman micobacterium yang dipergunakan dalam vaksin" kata Dr. Hollm-Delgado.


Kesimpulan:


  • Telah ditemukan adanya efek "potensiasi" antara pemberian vaksin BCG bersama vaksin DTP yang dapat menekan angka kejadian infeksi dan resiko penyakit Saluran Pernafasan Bagian Bawah, diantara bayi dan anak yang telah diberikan kedua jenis vaksinasi tersebut 

  • Ternyata bukan jumlah dosis vaksin DTP yang pernah diberikan akan berpengaruh dan mengurangi resiko terjadi infeksi Saluran Pernafasan Bagian Bawah, melainkan urutan pemberian vaksin BCG dan DTP yang akan menentukan hal ini 

  • Efek "potensiasi" ini masih perlu dibuktikan di negara lain dengan populasi lokal yang berbeda jenis etnik, suku dan faktor genetiknya   



 

Vaccine Saves Lives !