Berita Vaksin

Berita Vaksin - Vaccine News

Adalah tempat untuk membaca dan mengetahui hal terbaru tentang penelitian dan perkembangan vaksin didunia, berita akan dirangkum dari berbagai sumber ilmiah dan populer yang bisa dipercaya dan mempunyai kredibilitas tinggi.

Halaman ini dikelolah secara ilmiah dan penuh tanggung jawab oleh seorang dokter yang mempunyai latar belakang pendidikan dan pelatihan tentang vaksin dan vaksinasi, sehingga apa yang dipaparkan di halaman ini bisa dipertanggung jawabkan.

Saturday, October 24, 2015

Berita Vaksin - Efektifitas Vaksin Pertusis Yang Tidak Bertahan Selamanya

Efektifitas Vaksin Pertusis Yang Tidak Bertahan Selama Yang Diduga 

Hingga detik ini, hampir semua kita yakin bahwa efektifitas atau masa proteksi vaksin pertusis adalah efektif hingga belasan tahun lamanya, yaitu semenjak vaksin tersebut disuntikan kedalam tubuh kita, masa proteksi bisa berlangsung hingga belasan tahun.

Namun,ternyata ini tidak benar adanya, karena baru baru ini ada berita tentang berapa lama sesungguhnya masa vaksin pertusis bisa bertahan dalam tubuh dan tetap memberikan daya proteksinya untuk melawan kuman pertusis.


Berita ini dilansir oleh New York Reuter Health sebagai berikut :

Masa proteksi terhadap penyakit pertusis setelah orang mendapatkan imunisasi vaksin Difteri Tetanus dan Pertusis aseluler vaksin atau DTaP hanya sekitar 3 tahunan saja, hal ini berdasarkan penelitian dan meta analisis dari sejumlah besar hasil penelitian.
"Ada dugaan dikalangan masyarakat penganjur vaksin, bahwa durasi masa protektif dari vaksin DTaP adalah lebih singkat daripada yang diperkirakan sebelumnya, tetapi dengan studi meta analisis ini bahkan memperlihatkan secara tepat seberapa singkatnya durasi masa proteksi tersebut " tutur Ashleigh McGirr dari the University of Toronto di Canada memberitahu Reuters Health via emailnya.

Beberapa laporan ilmiah mengatakan  bahwa menurunnya daya imunitas dari orang yang pernah diberikan imunisasi vaksin DTaP adalah penyebab kembali merebaknya penyakit pertusis dibeberapa negara belakangan ini. Hal yang sama juga sudah terjadi di Indonesia.

McGirr dan Dr. David N. Fisman yang melakukan peninjauan ulang dan studi meta analisis untuk memperkirakan masa durasi daya proteksi imunitas vaksin terhadap penyakit Pertusis, setelah 3 dan 5 dosis vaksin DTaP diberikan di Amerika. Mereka mendapatkan 6 penelitian yang memberikan 5 dosis vaksin DTaP dan 6 penelitian yang memberikan hanya 3 dosis  vaksin DTaP. Semua penelitian ini dilakukan di negara Amerika Serikat, Jerman, Italia, Sweden dan juga Senegal.

Kesimpulan yang mereka rangkumkan dari semua penelitian ini adalah bahwa antara mereka yang mendapatkan 3 dosis dengan yang mendapatkan 5 dosis vaksin DTaP adalah tidak berbeda secara bermakna, masa proteksi rata rata vaksin DTaP ini, hanya sekitar 3 tahun, dengan asumsi efikasi vaksin DTaP tersebut adalah sebesar 85%.
Hanya sekitar 10% anak yang mendapatkan vaksinasi DTaP ini, apakah itu 3 dosis atau 5 dosis vaksin DTaP, masa proteksinya berdurasi hingga 8.5 tahun, yang mulai dihitung dari waktu mereka terima dosis terakhir vaksin tersebut. Demikian yang diterbitkan oleh Pediatric online pada 5 January 2015.

"Provider vaksin dan para pembuat kebijakan imunisasi, mungkin akan mempertimbangkan imunisasi remaja pada usia yang lebih muda atau awal" tutur McGirr.
"Demikian juga pengulangan imunisasi penguat atau dosis booster diperlukan untuk mencapai kekebalan kelompok (herd immunity) dan mencegah penulaan penyakit pertusis antara penduduk"

"Dokter harus menyadari bahwa durasi masa proteksi vaksin DTaP ini adalah tidak sepanjang seperti yang diperkirakan sebelumnya" katanya. "Mereka harus memberikan vaksinasi ini untuk pasien mereka sesuai dengan usia remaja dan dosis penguat untuk orang dewasa"

Dr. Nicole Guiso, dari the Pasteur Institute di Paris, Prancis, menulis email kepada Reuters Health, bahwa "masa proteksi yang ditimbulkan oleh vaksin sub unit adalah singkat. Demikian juga telah diketahui bahwa durasi masa imunitas yang ditimbulkan karena infeksi alam juga tidak akan berlangsung lama ... adalah sulit untuk berbuat lebih baik daripada alam. Jadi ingat saja anda mungkin akan menderita penyakit yang sama beberapa kali dalam masa hidup anda"

"Pertama tama, kita harus meningkatkan imunitas kelompok (herd immunity) dan mencapai 90% cakupan vaksinasi primer dan vaksinasi penguat atau booster" katanya "Setelah itu, kita memerlukan pemberian imunisasi penguat penyakit difteri untuk remaja dan orang dewasa. Tidak harus diulang setiap 10 tahun. Jika imunitas kelompok ini sudah cukup tinggi, maka interval waktu antara imunisasi  bisa lebih diperpanjang"
"Adalah sangat penting mengikuti anjuran dan mempertahankan cakupan vaksinasi yang sangat tinggi" demikian kesimpulan dari Dr. Guiso.

SOURCE: http://bit.ly/14qiJM3
Pediatrics 2015

Catatan :

Hal menurunnya daya imunitas terhadap penyakit Pertusis pada mereka yang pernah mendapatkan vaksinasi DTaP semasa kecil, sehingga terjadi peningkatan jumlah atau insiden penyakit pertusis dimasyarakat, sudah pernah dibahas dalam website http://selukbelukvaksin.com/vaksin-dtp-vaksinasi-pertusis-bagi-orang-dewasa/ , sehingga memang sangat dianjurkan agar kepada para kerabat dekat si bayi yang baru lahir, yang belum waktunya kita berikan vaksinasi DTaP, agar supaya divaksinasi ulang atau diberikan dosis penguat booster, sehingga mereka yang kerabat dekat ini tidak menjadi pembawa kuman dan menjadi sumber penularan penyakit Pertusis kepada bayi tersebut.

Ini yang dikenal sebagai strategi kepompong atau Cocoon Strategy untuk melawan penularan penyakit pertusis pada bayi.  Detail bisa disimak di http://selukbelukvaksin.com/vaksin-dtp-vaksinasi-pertusis-bagi-orang-dewasa/ 



Vaccine Saves Lives !

Monday, February 23, 2015

Berita Vaksin - Generasi Baru Vaksin HPV (Human Papilloma Virus)

Berita Vaksin - Vaksin Generasi Baru HPV (Human Papilloma Virus) HPV9

Sesuatu yang menarik telah terjadi pada bulan Desember yang baru lalu. US FDA (US Food and Drug Administration) semacam Badan POM Republik Indonesia telah memberikan izin pendaftaran dan peredaran vaksin baru human papilloma vaccine atau lebih dikenal HPV. 
Vaksin HPV yang baru didaftarkan ke US FDA ini mempunyai 9 jenis serotipe virus HPV yang dipergunakan sebagai antigen, ketimbang vaksin HPV yang telah kita pergunakan sebelumnya, yang hanya berisi 4 jenis serotipe virus HPV. 

Imunisasi Vaksin HPV Gadis Remaja Google Free Image


Pada vaksin HPV yang lama yang terdiri serotipe 6 dan 11 hanya mencakup 90% dari jenis serotipe virus HPV penyebab kutil didaerah anus dan kutil dialat genital, kemudian juga mengandung serotipe 16 dan 18, yang mencakup 70% dari jenis serotipe virus HPV penyebab kanker kepala dan leher, juga kanker anus, alat genital dan kanker daerah serviks rahim. 
Vaksin HPV yang baru ini mengandung serotipe virus HPV tambahan (serotipe 31, 33, 45, 52 dan 58) yang akan mencakup 15% dari serotipe virus HPV penyebab kanker pada pria dan wanita. 

Sejak saat ini, maka cakupan perlindungan vaksin baru ini adalah hingga 29.000 kasus penyakit kanker pertahun yang terjadi pada pria dan wanita, lebih banyak 4.000 kasus daripada cakupan perlindungan vaksin HPV yang lama yang hanya mencakup 25.000 kasus pertahunnya.

Pemakaian vaksin HPV yang baru ini belum direkomendasikan oleh Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP) kepada  the US - Centers for Disease Control and Prevention (US-CDC). namun diperkirakan kemungkinan akan terjadi pada akhir bulan February ini atau selambatnya pada tahun depan. 

Nantinya vaksin baru HPV9 ini akan menggantikan posisi vaksin HPV4 yang saat ini kita pergunakan. Hal ini akan memberikan implikasi dan pertimbangan menarik tentang apa yang harus kita lakukan untuk mereka yang sedang menjalankan program dan jadwal imunisasi dengan vaksin HPV4 atau apa yang harus kita lakukan untuk mereka yang telah selesai menjalankan program imunisasi dengan vaksin HPV4 ini. 

Kemungkinan rekomendasi terbaik adalah kita akan memberikan imunisasi dengan HPV9 yang baru ini. Dengan jadwal imunisasi yang terdiri dari 3 dosis lengkap, yang dosis ke1 diberikan pada waktu awal, kemudian dosis ke2 pada jarak 2 bulan dari yang dosis pertama, dan dosis terakhir atau dosis ke3 diberikan pada jarak 6 bulan kemudian dari dosis yang pertama. 

Vaksin HPV9 baru ini tidak menimbulkan interferensi dengan vaksin HPV4 yang telah diberikan pada penerima imunisasi HPV4. Vaksin HPV9 baru ini bisa diberikan secara bersamaan atau secara simultan dengan vaksin Tdap, juga bersamaan dengan vaksin meningococcus conjugate, yang diberikan kepada kaum remaja sejak berusia 11 - 13 tahun. 

Dengan adanya vaksin generasi baru HPV9 ini, maka akan mampu mencegah lebih banyak lagi jenis kanker yang disebabkan virus HPV, dan dengan harapan bahwa masyarakat akan mempergunakan dan memanfaatkannya. 
Masalah cakupan vaksin HPV saat ini menjadi masalah, karena hanya sekitar 38% dari anak perempuan dan 14% dari anak lelaki, yang bisa melengkapi jadwal imunisasi HPV4 yang terdiri dari 3 dosis. 

Jadi masih banyak hal yang harus kita perbuat dan kita perbaiki terus menerus, bila kita ingin berbuat lebih baik lagi dalam pencegahan penyakit kanker akibat infeksi dan penularan virus HPV pada manusia.  



Vaccine Saves Lives !

Monday, January 12, 2015

Berita Vaksin - Keamanan Vaksin MMRV

Berita Vaksin - Keamanan Vaksin MMRV

Vaksin MMRV adalah jenis vaksin kombinasi yang terdiri dari vaksin MMR (vaksin Mumps Measles dan Rubella) ditambahkan dengan vaksin Varicella.

Jenis vaksin kombinasi MMRV ini mulai didaftarkan pada tahun 2006 dan mulai beredar sejak saat itu di Amerika dan Eropa. 

Di Indonesia kita tidak mempunyai vaksin kombinasi MMRV ini, tetapi kita mempunyai vaksin MMR yang indikasi pemakaiannya dimuali saat bayi telah mencapai usia > 12 bulan.

Baru baru ini dilakukan penelitian di Amerika Serikat untuk membandingkan segi keamanan vaksin kombinasi MMRV dengan vaksin MMR yang ditambahkan Vaksin Varicella secara terpisah (MMR + V),  kepada sejumlah anak disana.
Penelitian ini dipublikasikan secara online pada 05 January 2015 di Pediatrics dengan kesimpulan yang berbunyi bahwa efek samping serius tidak terdeteksi dengan kedua jenis vaksin yang dipelajari ini.

Nicola P. Klein, MD, PhD, dari the Kaiser Permanente Vaccine Study Center di Oakland, California, dan rekan rekan mempelajari the Vaccine Safety Datalink untuk anak anak berusia 12 to 23 bulan, yang telah mendapatkan vaksin ini sejak tahun 2000 ke 2012. Data base mereka tercakup 123,200 dosis vaksin MMRV dan 584,987 dosis vaksin MMR + V.

Para peneliti ini mempelajari 7 efek samping yang berkaitan dengan vaksinasi : yaitu reaksi anaphylaxis, reaksi immune thrombocytopenia purpura (ITP), gangguan ataxia, arthritis, meningitis/encephalitis, acute disseminated encephalomyelitis, dan penyakit Kawasaki. 
Mereka juga mengevaluasi jumlah kejadian kejang dan demam yang terjadi akibat penggunaan kedua jenis vaksin yang dinilai ini.
 
Sudah lama diketahui bahwa vaksin MMR mempunyai kaitan dengan efek samping berupa kejang, demam, dan kejadian reaksi ITP. Sedangkan vaksin MMRV mulai didaftarkan sejak tahun 2006, penelitian ini mewakili laporan data keamanan yang dimonitor selama ini.
Semua tujuh jenis efek samping (kecuali arthritis) telah dievaluasi dalam suatu periode waktu, yaitu segera setelah mendapatkan vaksinasi dan yang kemungkinan efek samping sangat mungkin terjadi.

MMRV berkaitan dengan peningkatan sedikit dengan kejadian demam dibandingkan dengan vaksin MMR + V pada hari ke 7 hingga 10 pasca vaksinasi.

Yang cukup mengherankan adalah vaksin MMRV dan MMR + V keduanya berkaitan dengan penurunan angka kejadian ataxia setelah pemberian vaksinasi. 

Para peneliti juga tidak mendapatkan adanya perbedaan resiko terjadinya efek samping ITP ataupun efek samping yang lain antara kedua jenis vaksin yang diberikan. 

Sebagai contoh angka perbandingan terjadinya ITP adalah 11.3% ( 95% confidence interval, 1.9 - 68.2) untuk orang yang menerima vaksin MMRV dibandingkan dengan 10 (95% confidence interval, 4.5 - 22.5) untuk mereka yang mempergunakan vaksin MMR + V


Para peneliti menjelaskan bahwa vaksin MMRV berkaitan dengan peningkatan resiko untuk ketujuh efek samping, namun tinggi atau rendahnya resiko ini tidak bisa diditeksi dan diperkirakan dalam suatu penelitain yang berskala besar. 

Mereka juga memperhatikan tidak terjadinya peningkatan resiko untuk kejadian reaksi anaphylaxis dengan vaksin jenis lain. 

Hasil penemuan penelitian berbeda secara menyolok dengan laporan penelitian tahun 2011 yang dilakukan oleh Institute of Medicine, yang mempunyai kesimpulan hubungan positif sebab akibat antara vaksin MMR dengan kejadian reaksi anaphylaxis.


 Sumber berita: Pediatrics. Published online January 5, 2015